kehilangan I Bagian satu
Masih tentang kehilangan, karena ia begitu menarik untuk di perbincangkan. Di sela-sela lamunan ia selalu hadir memaksa masuk kedalam fikiran.
“sungguh aku tak bisa melupakan kenangan itu, itu terlalu indah sekaligus mengundang sakit jika terus terkenang, apa yang harus aku lakukan? “
lirih nya mengikuti usapan tangan yang menyentuh kaca jendela. Jendela itu memang tak berukuran besar dan mewah, tapi sangat cukup sebagai benda tak hidup yang mengerti apa yang ia rasakan, jendela itu merupakan tempat persinggahan curhatan kedua setelah tempat persujudannya, jendela kamar yang selalu terbayang ketika ia berada di luar rumah dan ingin segara menumpahkan kekalutan hatinya, biasanya di barengi juga dengan buku yang setiap hari setia menemani sebagai cara ia menuangkan perasaan dalam bentuk catatan. kebetulan yang ia ungkapkan saat itu adalah di antara andai-andai hatinya yang terwakilkan dengan kalimat
“andai waktu bisa di ulang kembali”
Di tulisnya dengan huruf yang berukuran besar dan tapak pulpen yang disengaja tebal. sesekali ia juga coba membuka kembali lembaran yang telah lampau ia bubuhi dengan catatan, disana sontak membuatnya semakin teriris dengan apa yang sudah ia lewati
“Ternyata aku ini seorang wanita yang terlalu sering menyerah dengan apa yang sedang di hadapi, pendek sekali akalku ini. Andai aku menjadi orang yang cantik, pintar, dan kaya. Pastilah semua akan berbeda, tak mungkin seperti ini”
“Astagfirullohaladzim…” hati nya langsung menimpali karena keimanan nya menyadarkan ia tentang syukur.
Kesehariannya ketika pulang dari perantauan memang sering di habiskan di dalam kamar dengan bilik bambu itu, jauh dari kata mewah, hanya rumah yang sering di sebut dengan rumah panggung. Namun, tak membuatnya lantas tak mencintai surga dunia tempat keluarganya berkumpul mesra. Tepat nya mungkin lebih pantas di sebut gubuk. Dan di situ, semua masalah, biasanya bertepi dan menemukan solusi.
“ah, buku ini ternyata sudah lama juga aku beli dan aku jadikan tempat mencurahkan apa saja yang
aku rasa”.
Buku yang sangat biasa saja, bercover pink warna kesukaannya, di bubuhi corak garis kecil berwarna- warni di halaman paling depan ia sengaja tulis dengan singkat tentang profil dirinya berdampingan dengan foto kedua orang tuanya. biasanya Ia mengganti buku catatan itu kurang lebih setiap dua bulan sekali paling lama,tergantung bagaimana mana ia merasa semangat untuk menulis sehingga terisi penuh buku catatan tersebut, tanpa di selangi dengan list agenda tentang aktivitas hariannya pun tetap terisi penuh.
“Ra, cepetan makan dulu, dari tadi belum makan. umi nunggu di dapur yah, cepetan bentar lagi mau asar”
Kemelut lamunan nya buyar, ketika suara umi merasuk kedalam pendengarannya.
#bersambung
#ODOPBATCH7
#KMP