Menjadi Ibu Untuk Anak Orang Lain
" Makanlah sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang”. Anjuran dari Nabi kita Muhammad Saw. yang seharusnya senantiasa dipedomani. Tapi urusan makan, kebanyakan orang tak bisa kompromi. Termasuk juga aku pribadi.
Tulisan ini aku buat dengan rasa bersalah yang menyelimuti jiwa raga. Karena pola hidup yang aku canangkan masih saja belum mendapati keberhasilan.
Ah, rasanya ingin aku cabik-cabik nafsu makan ku agar tak membabi buta. Timbangan warna pink yang biasa aku pakai untuk mengecek berat badan, kini sudah mulai berkhianat. Angka yang ia tampilkan saat aku naiki, tak membuatku bahagia.
Kalau boleh cerita sedikit, sebelum nikah dulu, orang-orang seringkali manggil aku si jangkis alias jangkung manis (ngapung nih idung) berat badanku stabil di angka 49 Kg, dan gak pernah lebih dari angka 50. Tinggi badan semampai (kata orang-orang).
Namun, sekarang yang nampak adalah badan Segede alaihim, perut terlihat buncit, pipi makin tembem. Dan aneh nya nafsu makan tetap merajalela.
Aku coba telusuri ternyata ada banyak faktor yang menyebabkan nafsu makan kian meningkat. Salah satunya adalah stres.
Menjadi Ibu untuk anak orang lain
Wah ini menarik banget nih. Karena aku akui akhir-akhir ini isi kepalaku berontak ingin keluar. Salah satu sebabnya adalah aktivitas ku yang kalau menurut orang lain mah cetek. Padahal pemirsa percayalah, aktivitas itu lumayan menguras otak dan menjadikan otot pun lelah. Mengajar itu bukan hal mudah besti!
Pengen banget deh rasanya meneriakan di kuping horang-horang yang menyepelekan itu. Terlebih yang tega berbuat hal itu adalah orangtua asli mereka sendiri. Biar bisa kasih paham. Kalau yang mereka anggap sepele itu bikin nafsu makan ku bertambah.
Anakku yang sebenarnya cuman satu, dan masih balita. Tapi keseharian ku mengurus anak orang. Yah meskipun gak full. Tapi tiada hari tanpa mengurus anak orang.
Dari pagi, siang, sore, sampai malem. Malem jam 20.00 baru bisa istirahat dengan lumayan tenang. Meskipun memang pikiran ma masih saja mengevaluasi apa yang terjadi dalam proses pembelajaran hari tadi. Atau bahkan masih memikirkan pembelajaran apa yang akan diberikan esok.
Nah, disela-sela pikiran ku yang mengudara malam biasanya wajib ditemani makanan. Dari mulai yang ringan sampai yang berat. Ini lah yang menjadi faktor utama fisik ku menjadi terus melar. Bayangkan, dari berat hanya 50an sekarang ada diangka 60.
Aku sih sebetulnya bukan mau menggugat aktivitas ngurus ana orangnya. Aku pikir hal ini bisa jadi ladang pahala, asal akunya ikhlas aja. Sekarang lagi belajar keras ko untuk bisa ikhlas. Meskipun yah memang ditengahnya banyak sekali gempuran dan serangan dari kanan kiri. Termasuk bisikan syetan.
Yang sebenarnya seringkali aku sesali. Kenapa stres bisa jadi pemicu nafsu makan. Disaat orang lain di luaran sana justru tak mau makan ketika merasa tertekan atau stres.
Bagi para buibu atau para calon ibu, berat badan menjadi perhatian yang cukup istimewa, karena pengaruhnya langsung dengan penampilan. Dan penampilan ini biasanya menjadi bahan pertimbangan utama bagi perempuan.
Walaupun stres bukan satu-satunya yang membuat nafsu makan bertambah. Namun mudah-mudahan para buibu sekalian terutama ya g baca ocehan ini, bisa terhindar dari stres ya. Apalagi stres yang tidak berfaedah.
Team kalau stress lebih milih banyak ngemil daripada ngomel, hadirrr 🙌🏻🙌🏻
aku tipikal gampang stres faedah ataupun unfaedah teh. Kalopun stres jadi makin suka makan juga kekeke
Aku belum merasakan rasanya jadi ibu, tapi dari banyak cerita orang yang ku denger itu membuatku merasa ternyata sosok wanita itu hebat sekali. Pekerjaan yang tak pernah tuntas dan serasa terus terulang, belum lagi membesarkan anak. MasyaAllah hebat luar biasa.